Aniaya Suami Hingga Tewas, Bu Guru Winarni Di Vonis 6 Tahun
Madiun
Kota, Investigasi ; Sidang kasus Kekerasan Dalam Tangga
(KDRT) dengan terdakwa Setio Winarni (54), warga Jalan Dite Manis Nomor 17
Perumnas Manisrejo II Kelurahan Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun yang juga
seorang guru di sebuah SMPN, memasuki babak akhir. Yakni pembacaan putusan oleh
majelis hakim Pengadlan Negeri Kota Madiun,, Selasa (16/2/16).
Menurut ketua majelis hakim, mengutip
teori sebab akibat (egoist fallen) dalam hukum pidana, perbuatan terdakwa
memang yang menjadi penyebab meninggalnya suaminya. Karena pada saat terjadi
perkelahian, kepala korban membentur dinding yang mengakibatkan pendarahan pada
rongga kepala.
Dalam sidang sebelumnya dengan agenda
dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), mendakwa terdakwa, pada hari Senin 10
Agustus 2015 sekitar pukul 6.30 WIB, terdakwa meminta agar suaminya, Sukirno
(korban) yang sedang duduk di ruang tamu, mematikan kompor di dapur.
Sebelum membacakan pokok putusannya,
majelis hakim yang diketuai Arif Wisaksono, menguraikan pembuktiannya dan
menimbang hal yang memberatkan serta yang meringankan.
Sementara itu yang memberatkan terdakwa,
akibat dari perbuatannya, membuat duka yang mendalam bagi keluarganya. Sedangkan
yang meringankan, terdakwa sopan di persidangan serta mengakui perbuatannya.
“Dengan demikian, dakwaan primer pasal
44 ayat (3 ) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 (tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga) dan pasal 64 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
tentang Perbuatan Berlanjut, terbukti. Oleh karenanya, menghukum terdakwa
selama 6 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa ditahan,” baca ketua
majelis hakim, Arif Wisaksono, yang didampingi dua anggota masing-masing
Mahendrasmara dan Suryodiyono, dalam amar putusannya.
Putusan ini lebih ringan 3,5 tahun dari
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena dalam sidang sebelumnya (14/1) lalu,
JPU menuntut terdakwa selama 10 tahun penjara dikurangi selama terdakwa dalam
tahanan.
Atas putusan ini, baik JPU R.Bagus
Wicaksono maupun penasehat hukum terdakwa, Edi Obaja, menyatakan pikir-pikir.
Namun ada sinyal kuat, penasehat hukum terdakwa akan melakukan upaya banding
setelah waktu pikir-pikir habis. Karena pihak penasehat hukum menilai, putusan hakim
terlalu berat untuk terdakwa. Apalagi pembuktian hakim menggunakan teori sebab
akibat.
“Vonisnya terlalu berat dan tidak sesuai
dengan rasa keadilan. Ini tidak sesuai fakta di persidangan. Seharusnya tidak
diterapkan teori sebab akibat. Saya tidak sependapat dengan teori itu. Tapi
logika saja. Dan seharusnya juga, yang terbukti itu pasal 2, bukan pasal 3.
Tapi kita masih ada waktu pikir-pikir satu minggu untuk menentukan sikap
(banding),” terang Edi Obaja, usai sidang kepada wartawan. (p-76)
Madiun
Kota, Investigasi ; Sidang kasus Kekerasan Dalam Tangga
(KDRT) dengan terdakwa Setio Winarni (54), warga Jalan Dite Manis Nomor 17
Perumnas Manisrejo II Kelurahan Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun yang juga
seorang guru di sebuah SMPN, memasuki babak akhir. Yakni pembacaan putusan oleh
majelis hakim Pengadlan Negeri Kota Madiun,, Selasa (16/2/16).
Menurut ketua majelis hakim, mengutip
teori sebab akibat (egoist fallen) dalam hukum pidana, perbuatan terdakwa
memang yang menjadi penyebab meninggalnya suaminya. Karena pada saat terjadi
perkelahian, kepala korban membentur dinding yang mengakibatkan pendarahan pada
rongga kepala.
Dalam sidang sebelumnya dengan agenda
dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), mendakwa terdakwa, pada hari Senin 10
Agustus 2015 sekitar pukul 6.30 WIB, terdakwa meminta agar suaminya, Sukirno
(korban) yang sedang duduk di ruang tamu, mematikan kompor di dapur.
Sebelum membacakan pokok putusannya,
majelis hakim yang diketuai Arif Wisaksono, menguraikan pembuktiannya dan
menimbang hal yang memberatkan serta yang meringankan.
Sementara itu yang memberatkan terdakwa,
akibat dari perbuatannya, membuat duka yang mendalam bagi keluarganya. Sedangkan
yang meringankan, terdakwa sopan di persidangan serta mengakui perbuatannya.
“Dengan demikian, dakwaan primer pasal
44 ayat (3 ) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 (tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga) dan pasal 64 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
tentang Perbuatan Berlanjut, terbukti. Oleh karenanya, menghukum terdakwa
selama 6 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa ditahan,” baca ketua
majelis hakim, Arif Wisaksono, yang didampingi dua anggota masing-masing
Mahendrasmara dan Suryodiyono, dalam amar putusannya.
Putusan ini lebih ringan 3,5 tahun dari
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena dalam sidang sebelumnya (14/1) lalu,
JPU menuntut terdakwa selama 10 tahun penjara dikurangi selama terdakwa dalam
tahanan.
Atas putusan ini, baik JPU R.Bagus
Wicaksono maupun penasehat hukum terdakwa, Edi Obaja, menyatakan pikir-pikir.
Namun ada sinyal kuat, penasehat hukum terdakwa akan melakukan upaya banding
setelah waktu pikir-pikir habis. Karena pihak penasehat hukum menilai, putusan hakim
terlalu berat untuk terdakwa. Apalagi pembuktian hakim menggunakan teori sebab
akibat.
“Vonisnya terlalu berat dan tidak sesuai
dengan rasa keadilan. Ini tidak sesuai fakta di persidangan. Seharusnya tidak
diterapkan teori sebab akibat. Saya tidak sependapat dengan teori itu. Tapi
logika saja. Dan seharusnya juga, yang terbukti itu pasal 2, bukan pasal 3.
Tapi kita masih ada waktu pikir-pikir satu minggu untuk menentukan sikap
(banding),” terang Edi Obaja, usai sidang kepada wartawan. (p-76)