Aneh, Atas Namakan Organisasi Wartawan Tetapi Masyarakat Umum Bisa Jadi Anggota
Madiun Kota Investigasi :
Kemunculan Asosiasi Wartawan Profesional
Indonesia (AWPI) di Kota dan Kabupaten Madiun membuat resah wartawan yang
mempunyai wilayah kerja di daerah tersebut. Bukan hanya membuat resah, namun
keberadaan AWPI tersebut juga menjadi rasan-rasan dikalangan wartawan maupun
SKPD, LSM dan komunitas pengacara di Madiun.
Pembicaraan
hangat ini muncul karena diduga pemilik nama-nama yang ada di struktur
kepengurusan AWPI tersebut tidak tahu kalau namanya tercantum di struktur AWPI.
Seperti Masri Mulyono. Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini mengaku
sangat keberatan namanya dimasukkan sebagai anggota didalam proposal AWPI.
Apalagi,
saat ini anggota AWPI menyebarkan proposal permintaan bantuan dana untuk
keperluan pengukuhan yang besarannya sekitar Rp. 58 juta. "Saya sangat
keberatan dengan pencatutan nama saya di organisasi AWPI itu. Saya sangat nggak
suka dengan hal itu, karena saya sudah punya organisasi sendiri di pengacara.
Saya tidak pernah menyerahkan identitas atau pernyataan apapun untuk masuk ke AWPI.
Rapat juga tidak pernah, petemuan juga nggak, ketemuan sama orang-orangnya juga
pernah,"katanya, Senin (14/3/2016).
Dibeberapa
daerah, keberadaan AWPI tidak diakui. Seperti yang diberitakan sindonews.com.
Di Karaganyar, Forum Wartawan Karanganyar tidak mengakui adanya ornganisasi tersebut.
Pasalnya pengurus dan juga anggota organisasi itu bukan merupakan orang yang
berprofesi sebagai wartawan. Selain itu para pengurus dan anggotanya juga tidak
memiliki media massa yang jelas seperti orang yang memiliki profesi sebagai
wartawan. Sehingga mereka tidak seharusnya mengatasnamakan organisasi mereka
sebagai organisasi wartawan.
Tidak
hanya itu saja, dalam media krjogja.com juga memberitakan dengan judul
"Pengurus AWPI Menikmati Proyek DPU?". Dalam berita tersebut disebutkan,
merasa dimanfaatkan oknum tak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan
pribadi dari proyek fisik pemerintah, pewarta media cetak dan elektronik di
Karanganyar mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Para pewarta yang
bertugas di Bumi Intanpari ini berniat mengklarifikasi hal itu ke pejabat DPU.
Sementara
itu, Sekertaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Wartawan Profesional
Indonesia (AWPI) Madiun, Kokok Heru Purwoko mengaku keberadaan AWPI bukan hanya
untuk mewadahi wartawan, namun juga untuk mewadahi masyarakat yang bukan
berprofesi sebagai jurnalis. Menurutnya, AWPI berbeda dengan organisasi
wartawan lainnya, seperti AJI, PWI maupun AJTI, karena AWPI tunduk pada dua
aturan, yakni UU Ormas dan UU Pers.
"AWPI
ini profesi dan ormas. Kita diberi mandat DPP AWPI untuk membentuk kepengurusan
di eks-karisidenan Madiun. Kemudian kita ngomong-ngomong dengan teman-teman
wartawan dan diluar profesi wartawan. Karena memang di AWPI berbeda dengan
organisasi yang lain. Kita tunduk di dua Undang-undang. Pertama Undang-undang
Ormas dan Undang-undang Pers," katanya, Selasa (15/3/2016).
Mantan
komisioner KPU Kota Madiun ini menjelaskan berdasarkan rekomendasi Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) AWPI, masing-masing DPC AWPI di daerah kabupaten/kota
diminta menyosialisasikan diri kepada semua elemen masyarakat, sampai tingkat
lurah atau kepala desa dalam bentuk proposal. Proposal tersebut juga berisi
permintaan bantuan dana untuk pelantikan pengurus.
"Bulan
Mei akan ada pelantikan pengurus AWPI, memang kita adakan partisipasi.
Partisipasi itu kita mendapat rekomendasi dari DPP pusat dan tertuju kepada
Walikota, Ketua DPRD, Bupati, Kapolres/Kapolresta dan Kesbangpol. Sasaran kita
yang terbawah kepala desa dan kurah yang ada di kota dan kabupaten. Proposal
itu untuk mencari dana dan media sosialisasi,"dalihnya.
Sementara,
data dari Dewan Pers menyebutkan bahwa AWPI tidak terdaftar di Dewan Pers. Hal
ini disampaikan oleh Ketua Pokja Hukum Dewan Pers, Joseph Adi Prasetyo. Dirinya
mengaku sangat prihatin dan menyayangkan adanya organisasi yang berkedok
wartawan.
"Apapun
alasannya, itu tidak dibenarkan. Nama Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia
saat ini tidak tercatat di Dewan Pers,” kata Mantan anggota Komnas HAM ini,
Selasa(15/3/2016).
Dengan
kejadian tersebut, Stanley pun meminta kepada instansi Pemerintah Daerah untuk
tidak menanggapi bentuk proposal bantuan yang diajukan oleh pihak APWI.
"Jika memang terbukti meminta, ya jangan diberi. Kalau mereka mengancam,
laporkan saja ke Kepolisian,"tandasnya. (p-76)
Madiun Kota Investigasi :
Kemunculan Asosiasi Wartawan Profesional
Indonesia (AWPI) di Kota dan Kabupaten Madiun membuat resah wartawan yang
mempunyai wilayah kerja di daerah tersebut. Bukan hanya membuat resah, namun
keberadaan AWPI tersebut juga menjadi rasan-rasan dikalangan wartawan maupun
SKPD, LSM dan komunitas pengacara di Madiun.
Pembicaraan
hangat ini muncul karena diduga pemilik nama-nama yang ada di struktur
kepengurusan AWPI tersebut tidak tahu kalau namanya tercantum di struktur AWPI.
Seperti Masri Mulyono. Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini mengaku
sangat keberatan namanya dimasukkan sebagai anggota didalam proposal AWPI.
Apalagi,
saat ini anggota AWPI menyebarkan proposal permintaan bantuan dana untuk
keperluan pengukuhan yang besarannya sekitar Rp. 58 juta. "Saya sangat
keberatan dengan pencatutan nama saya di organisasi AWPI itu. Saya sangat nggak
suka dengan hal itu, karena saya sudah punya organisasi sendiri di pengacara.
Saya tidak pernah menyerahkan identitas atau pernyataan apapun untuk masuk ke AWPI.
Rapat juga tidak pernah, petemuan juga nggak, ketemuan sama orang-orangnya juga
pernah,"katanya, Senin (14/3/2016).
Dibeberapa
daerah, keberadaan AWPI tidak diakui. Seperti yang diberitakan sindonews.com.
Di Karaganyar, Forum Wartawan Karanganyar tidak mengakui adanya ornganisasi tersebut.
Pasalnya pengurus dan juga anggota organisasi itu bukan merupakan orang yang
berprofesi sebagai wartawan. Selain itu para pengurus dan anggotanya juga tidak
memiliki media massa yang jelas seperti orang yang memiliki profesi sebagai
wartawan. Sehingga mereka tidak seharusnya mengatasnamakan organisasi mereka
sebagai organisasi wartawan.
Tidak
hanya itu saja, dalam media krjogja.com juga memberitakan dengan judul
"Pengurus AWPI Menikmati Proyek DPU?". Dalam berita tersebut disebutkan,
merasa dimanfaatkan oknum tak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan
pribadi dari proyek fisik pemerintah, pewarta media cetak dan elektronik di
Karanganyar mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Para pewarta yang
bertugas di Bumi Intanpari ini berniat mengklarifikasi hal itu ke pejabat DPU.
Sementara
itu, Sekertaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Wartawan Profesional
Indonesia (AWPI) Madiun, Kokok Heru Purwoko mengaku keberadaan AWPI bukan hanya
untuk mewadahi wartawan, namun juga untuk mewadahi masyarakat yang bukan
berprofesi sebagai jurnalis. Menurutnya, AWPI berbeda dengan organisasi
wartawan lainnya, seperti AJI, PWI maupun AJTI, karena AWPI tunduk pada dua
aturan, yakni UU Ormas dan UU Pers.
"AWPI
ini profesi dan ormas. Kita diberi mandat DPP AWPI untuk membentuk kepengurusan
di eks-karisidenan Madiun. Kemudian kita ngomong-ngomong dengan teman-teman
wartawan dan diluar profesi wartawan. Karena memang di AWPI berbeda dengan
organisasi yang lain. Kita tunduk di dua Undang-undang. Pertama Undang-undang
Ormas dan Undang-undang Pers," katanya, Selasa (15/3/2016).
Mantan
komisioner KPU Kota Madiun ini menjelaskan berdasarkan rekomendasi Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) AWPI, masing-masing DPC AWPI di daerah kabupaten/kota
diminta menyosialisasikan diri kepada semua elemen masyarakat, sampai tingkat
lurah atau kepala desa dalam bentuk proposal. Proposal tersebut juga berisi
permintaan bantuan dana untuk pelantikan pengurus.
"Bulan
Mei akan ada pelantikan pengurus AWPI, memang kita adakan partisipasi.
Partisipasi itu kita mendapat rekomendasi dari DPP pusat dan tertuju kepada
Walikota, Ketua DPRD, Bupati, Kapolres/Kapolresta dan Kesbangpol. Sasaran kita
yang terbawah kepala desa dan kurah yang ada di kota dan kabupaten. Proposal
itu untuk mencari dana dan media sosialisasi,"dalihnya.
Sementara,
data dari Dewan Pers menyebutkan bahwa AWPI tidak terdaftar di Dewan Pers. Hal
ini disampaikan oleh Ketua Pokja Hukum Dewan Pers, Joseph Adi Prasetyo. Dirinya
mengaku sangat prihatin dan menyayangkan adanya organisasi yang berkedok
wartawan.
"Apapun
alasannya, itu tidak dibenarkan. Nama Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia
saat ini tidak tercatat di Dewan Pers,” kata Mantan anggota Komnas HAM ini,
Selasa(15/3/2016).
Dengan
kejadian tersebut, Stanley pun meminta kepada instansi Pemerintah Daerah untuk
tidak menanggapi bentuk proposal bantuan yang diajukan oleh pihak APWI.
"Jika memang terbukti meminta, ya jangan diberi. Kalau mereka mengancam,
laporkan saja ke Kepolisian,"tandasnya. (p-76)