Ngebel Longsor, Ratusan Warga Dukuh Krajan Mengungsi
Ponorogo, Investigasi
: Bencana
alam akibat tanah longsor
membuat panik ratusan warga Dukuh Krajan, Desa Talun, Kecamatan Ngebel,
Ponorogo. Karena takut ada longsor susulan, mereka mengungsi di balai desa
setempat, Minggu (17/4/16) malam. Informasi yang diterima , Senin (18/4/16), seratusan warga itu
berasal dari 35 keluarga di Dukuh Krajan, Desa Talun sudah mengungsi. Warga
tersebut mengungsi karena di desa mereka sudah ada tanda-tanda akan terjadi
tanah longsor.
Dari informasi tersebut, pada Minggu
sore, hujan deras mengguyur wilayah itu selama sekitar lima jam. Kondisi
tersebut membuat tanah di gunung Mbayon di desa itu mulai mengalami tanda-tanda
longsor. Warga yang takut kemudian memutuskan untuk mengungsi ke balai desa
setempat.
Mendapat laporan itu, petugas dari
Kodim 0802/Ponorogo langsung mengecek kondisi di lapangan dan berkoordinasi
dengan pejabat terkait. Petugas mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di
sekitar Gunung Mbayon untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk
menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Para pengungsi akibat
retakkan dan amblasnya tanah dusun krajan, Desa Talun, Kec. Ngebel, Kabupaten
Ponorogo masih belum diperbolehkan kembali ke tempat tinggalnya masing-masing.
Sejak retakan tanah yang
terjadi pada hari kamis malam (14/04/16), dan sekarang sudah berlalu sekitar 10
hari, warga yang terkena retakan masih di ungsikan di balai desa dan kediaman
rumah Modin setempat.
Pasalnya tanah tempat tinggal
mereka, Oleh BMKG Kelas 1 Juanda Surabaya, ditetapkan masih berstatus rawan
akan terjadi retakan yang lebih besar. Hal ini juga diakibatkan oleh curah
hujan yang tinggi dan tekstur tanah yang gembur serta mengandung banyak air.
Kejadian retakan tanah
tersebut, bukanlah kali pertama akan tetapi hal ini sudah diketahui sejak tahun
2010, dan tahun 2016 ini retakan tanahnya lebih besar dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Kepala Bidang Rehabilitasi
dan Rekonstruksi dari BPBD Kab. Ponorogo Herry Sulistyono, SH saat dikonfirmasi
oleh investigasi menerangkan, sesuai dengan surat dari BMKG Kelas I Juanda
Surabaya, mengimbau khususnya pada tanggal 15 - 30 April 2016, para pengungsi
tidak diperbolehkan kembali ketempat tinggalnya masing-masing, di karenakan
akan terjadi perubahan cuaca musim penghujan ke musim kemarau, sehingga pada
tanggal tersebut akan terjadi intensitas hujan yang sangat tinggi dan disertai
angin puting beliung yang dapat merusak lingkungan.
Masih Herry menjelaskan,
warga yang terkena dampat retakkan dan amblasnya tanah berjumlah 39 Kepala
Keluarga atau 141 jiwa yang terdapat di 2 RT di dusun krajan, mereka di
ungsikan di 2 tempat yang berjarak dari lokasi geraknya tanah sekitar 1.5 KM,
yakni balai desa dan rumah Modin setempat. (mj/sur/mad)
Ponorogo, Investigasi
: Bencana
alam akibat tanah longsor
membuat panik ratusan warga Dukuh Krajan, Desa Talun, Kecamatan Ngebel,
Ponorogo. Karena takut ada longsor susulan, mereka mengungsi di balai desa
setempat, Minggu (17/4/16) malam. Informasi yang diterima , Senin (18/4/16), seratusan warga itu
berasal dari 35 keluarga di Dukuh Krajan, Desa Talun sudah mengungsi. Warga
tersebut mengungsi karena di desa mereka sudah ada tanda-tanda akan terjadi
tanah longsor.
Dari informasi tersebut, pada Minggu
sore, hujan deras mengguyur wilayah itu selama sekitar lima jam. Kondisi
tersebut membuat tanah di gunung Mbayon di desa itu mulai mengalami tanda-tanda
longsor. Warga yang takut kemudian memutuskan untuk mengungsi ke balai desa
setempat.
Mendapat laporan itu, petugas dari
Kodim 0802/Ponorogo langsung mengecek kondisi di lapangan dan berkoordinasi
dengan pejabat terkait. Petugas mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di
sekitar Gunung Mbayon untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk
menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Para pengungsi akibat
retakkan dan amblasnya tanah dusun krajan, Desa Talun, Kec. Ngebel, Kabupaten
Ponorogo masih belum diperbolehkan kembali ke tempat tinggalnya masing-masing.
Sejak retakan tanah yang
terjadi pada hari kamis malam (14/04/16), dan sekarang sudah berlalu sekitar 10
hari, warga yang terkena retakan masih di ungsikan di balai desa dan kediaman
rumah Modin setempat.
Pasalnya tanah tempat tinggal
mereka, Oleh BMKG Kelas 1 Juanda Surabaya, ditetapkan masih berstatus rawan
akan terjadi retakan yang lebih besar. Hal ini juga diakibatkan oleh curah
hujan yang tinggi dan tekstur tanah yang gembur serta mengandung banyak air.
Kejadian retakan tanah
tersebut, bukanlah kali pertama akan tetapi hal ini sudah diketahui sejak tahun
2010, dan tahun 2016 ini retakan tanahnya lebih besar dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Kepala Bidang Rehabilitasi
dan Rekonstruksi dari BPBD Kab. Ponorogo Herry Sulistyono, SH saat dikonfirmasi
oleh investigasi menerangkan, sesuai dengan surat dari BMKG Kelas I Juanda
Surabaya, mengimbau khususnya pada tanggal 15 - 30 April 2016, para pengungsi
tidak diperbolehkan kembali ketempat tinggalnya masing-masing, di karenakan
akan terjadi perubahan cuaca musim penghujan ke musim kemarau, sehingga pada
tanggal tersebut akan terjadi intensitas hujan yang sangat tinggi dan disertai
angin puting beliung yang dapat merusak lingkungan.
Masih Herry menjelaskan,
warga yang terkena dampat retakkan dan amblasnya tanah berjumlah 39 Kepala
Keluarga atau 141 jiwa yang terdapat di 2 RT di dusun krajan, mereka di
ungsikan di 2 tempat yang berjarak dari lokasi geraknya tanah sekitar 1.5 KM,
yakni balai desa dan rumah Modin setempat. (mj/sur/mad)