Wana Wisata Grape

Madiun, Investigasi : Tempat wisata alam yang ada di Kabupaten Madiun salah satunya adalah Wana Wisata Grape. Tempat wisata alam ini berada di kaki Gunung Wilis yaitu 15 kilometer sebelah Timur Kota Madiun.
Sekilas tentang Wana Wisata Grape ini merupakan tempat wisata hutan di Kabupaten Madiun yang berada ditepian hutan jati yang merupakan wilayah KPH Madiun dengan luas area sekitar 1,5 hektar.
Wana Wisata Grape merupakan tempat rekreasi dengan suasana yang asri dan sejuk karena disampingnya mengalir aliran sungai yang jernih sehingga menggoda pengunjung untuk mandi atau sekedar bermain air.
Setelah puas menikmati pemandangan alam yang indah, para pengunjung bisa menikmati makanan khas dari Wwana Wisata Grape yaitu ikan Wader goreng yang mengugah selera.
Warung-warung ini berdiri disepanjang jalan dan ditepian sungai, sehingga para pengunjung bisa menikmati makanan sembari memandang kearah sungai. Dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang mempesona, tempat ini sangat cocok untuk memulihkan atau refresing dari hiruk pikuknya pekerjaan.

Disamping itu, Wana Wisata Grape bisa digunakan untuk tempat berolah raga, bersepeda, hiking maupun berkemah dan panjat tebing. Selain itu, di Wana Wisata Grape juga disediakan fasilitas aula pertemuan dan taman bermain anak-anak.
Madiun, Investigasi : Tempat wisata alam yang ada di Kabupaten Madiun salah satunya adalah Wana Wisata Grape. Tempat wisata alam ini berada di kaki Gunung Wilis yaitu 15 kilometer sebelah Timur Kota Madiun.
Sekilas tentang Wana Wisata Grape ini merupakan tempat wisata hutan di Kabupaten Madiun yang berada ditepian hutan jati yang merupakan wilayah KPH Madiun dengan luas area sekitar 1,5 hektar.
Wana Wisata Grape merupakan tempat rekreasi dengan suasana yang asri dan sejuk karena disampingnya mengalir aliran sungai yang jernih sehingga menggoda pengunjung untuk mandi atau sekedar bermain air.
Setelah puas menikmati pemandangan alam yang indah, para pengunjung bisa menikmati makanan khas dari Wwana Wisata Grape yaitu ikan Wader goreng yang mengugah selera.
Warung-warung ini berdiri disepanjang jalan dan ditepian sungai, sehingga para pengunjung bisa menikmati makanan sembari memandang kearah sungai. Dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang mempesona, tempat ini sangat cocok untuk memulihkan atau refresing dari hiruk pikuknya pekerjaan.

Disamping itu, Wana Wisata Grape bisa digunakan untuk tempat berolah raga, bersepeda, hiking maupun berkemah dan panjat tebing. Selain itu, di Wana Wisata Grape juga disediakan fasilitas aula pertemuan dan taman bermain anak-anak.
Baca

Museum Trinil

Ngawi, Investigasi : Museum Trinil, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, Indonesia. Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota Ngawi ke arah Barat Daya, pada km 10 jalan Raya Ngawi, Solo. Ada pertigaan belok ke arah Utara. Sepanjang 3 km perjalanan baru sampai pada museum Trinil. Letaknya sendiri di pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan yang ada di tanah air memang cenderung di pinggiran sungai. Seperti halnya situs Sangiran atau situs Sambung Macan Sragen juga di Bantaran Sungai Bengawan Solo.
 Di sebelah Barat Daya di halaman museum terdapat bangunan berupa monumen yang didirikan oleh Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs ini. Di monumen itu dituliskan angka tahun pertama kali penemuan fosil manusia purba yang diberi nama Pithethropus Erectus di samping manusia purba di dalam museum sendiri juga banyak ditemukan berbagai macam fosil binatang purba, yang paling terkenal adalah ditemukan gading gajah purba yang sangat besar jika dibandingkan dengan ukuran gading gajah biasa. Manusia purba ini diperkirakan berada pada zaman pleistosin tengah atau satu juta tahun yang lalu.
Perlu diketahui, Trinil adalah situs Paleoantropologi di Indonesia yang sedikit lebih kecil dari situs Sangiran. Tempat ini terletak di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur kira-kira 13 km sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota Solo Trinil merupakan kawasan di lembah Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Pleistosen Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.
Pada tahun 1891, Eugene Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa (saat itu) yaitu spesimen Manusia Jawa Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba  Pithecantrophus erectus serta berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba.
Saat ini di Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektare, dengan koleksi di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba, dan fosil tanduk banteng purba. Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teungku Jacob, ahli Antropologiragawi dari Universitas Gajah Mada
Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang lebih 1,5 juta tahun yang lalu yang terdapat di kota Ngawi. Situs Trinil ini amat penting sebab di situs ini selain ditemukan data manusia purba juga menyimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya.
Museum Trinil terletak di Jalan Raya Solo – Surabaya, Pedukuhan Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi, kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, dan untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum tersebut. Kalau bertanya sama seseorang hanya dijawab, “ Pokoknya belok ke gang yang ada gapura hitamnya,”.
Pintu gerbang museum yang sangat sederhana terlihat setelah masuk ke dalam 1 km dari jalan raya utama, kemudian kami melapor ke pos penjaga untuk membayar tiket masuk. Memang luar biasa murah kalau boleh dikatakan, bayangkan untuk melihat peradaban jutaan tahun yang lalu hanya dikenakan biaya masuk seribu rupiah per orang. Ketika masuk ke lokasi parkir, kesan pertama yang timbul adalah bahwa museum ini kurang optimal perawatannya, terutama dalam hal fasilitas dan kebersihan.
Masuk ke dalam museum akan mendapati ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Diantaranya adalah : fosil tengkorak manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulng rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak : Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium. Selain fosil-fosil tengkorak yang tersebut hal yang menarik lainnya adalah, adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan.
Wirodihardjo atau Wiro balung alias Sapari dari Kelurahan Kawu adalah seorang sukarelawan yang menyadari bahwa tugu itu mempunyai makna yang besar dan sangat berguna bagi penelitian selanjutnya. Wajar ia berpendapat begitu, karena ia telah menyaksikan ekspedisi atau penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan setelah penggalian yang dilakukan E.Dubois dan Salenka. Orang asing atau mahasiswa datang silih berganti untuk melakukan ekspedisi yang tentunya dengan biaya yang mahal. Oleh karena itu, sebagai putra daerah tersebut, ia merasa ikut bertanggungjawab atas kelestarian tempat itu.
Kehadiran Wirodiharjo di Trinil sangat berarti, karena beliau menjadi tempat untuk bertanya para pengunjung tentang fosil di Trinil. Walaupun tempat tersebut terkenal sebagai daerah fosil, namun kenyataan waktu itu tidak satupun fosil yang ada di Trinil. Untuk itulah ia mengumpulkan setiap fosil yang ditemukan di sungai Bengawan Solo. Selain itu Pak Wiro juga mendapat laporan dari penduduk sekitar bahwa mereka menemukan fosil. Dari hari ke hari fosil yang dikumpulkan dari tiga desa ; sebelah barat Desa Kawu, sebelah utara Desa Gemarang dan sebelah timur Desa Ngancar bertambah banyak, atas tinjauan Kepala Seksi Kebudayaan Depdikbud Ngawi waktu itu (Pak Mukiyo) ia mendapat bantuan tiga buah almari untuk menyimpan fosil-fosil tersebut. Sejak saat itulah Pak Wirodiharjo terkenal dengan sebutan Wiro Balung yang berarti Pak Wiro yang suka mengumpulkan balung-balung (tulang).
Dan selanjutnya pada tahun 1980/1981 Pemerintah daerah setempat mendirikan museum untuk menampung fosil-fosil tersebut yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Jatim “Soelarso” pada tanggal 20 Nopember 1991. Namun sayang Wiro Balung sudah tiada sejak 1 April 1990 dan keahlian beliau diteruskan oleh anaknya Mas Sujono ( 37 ) yang sekarang menjad juru kunci Museum Trinil. Selain dari diorama yang ada, Mas Sujono juga banyak memberikan keterangan tambahan.
Diantara tambahan keterangan Mas Sujono yang sangat penting adalah, ”Bahwasannya Trinil merupakan daerah padang savanna pada masa lampau. Kenapa ? karena adanya manusia, banteng, gajah dan hewan-hewan yang lain yang tumbuh di satu area. Hal ini cukup menunjukkan kalau dulu daerah ini adalah savanna. Namun kemudian setelah adanya letusan Gunung Lawu yang berturut-turut hancurlah peradaban yang ada di Trinil dan sekitarnya,” kata Mas Sujono dengan mimik serius. Dengan melihat Museum Trinil suatu kearifan dapat kita tarik dari berbagai temuan para ilmuwan tentang manusia purba. Adalah suatu kenyataan bahwa dibalik keanekaragaman wujud kehidupan kita dewasa ini, sesungguhnya ada kesamaan asal-usul kita seluruhnya sebagai manusia.
Ngawi, Investigasi : Museum Trinil, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, Indonesia. Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota Ngawi ke arah Barat Daya, pada km 10 jalan Raya Ngawi, Solo. Ada pertigaan belok ke arah Utara. Sepanjang 3 km perjalanan baru sampai pada museum Trinil. Letaknya sendiri di pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan yang ada di tanah air memang cenderung di pinggiran sungai. Seperti halnya situs Sangiran atau situs Sambung Macan Sragen juga di Bantaran Sungai Bengawan Solo.
 Di sebelah Barat Daya di halaman museum terdapat bangunan berupa monumen yang didirikan oleh Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs ini. Di monumen itu dituliskan angka tahun pertama kali penemuan fosil manusia purba yang diberi nama Pithethropus Erectus di samping manusia purba di dalam museum sendiri juga banyak ditemukan berbagai macam fosil binatang purba, yang paling terkenal adalah ditemukan gading gajah purba yang sangat besar jika dibandingkan dengan ukuran gading gajah biasa. Manusia purba ini diperkirakan berada pada zaman pleistosin tengah atau satu juta tahun yang lalu.
Perlu diketahui, Trinil adalah situs Paleoantropologi di Indonesia yang sedikit lebih kecil dari situs Sangiran. Tempat ini terletak di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur kira-kira 13 km sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota Solo Trinil merupakan kawasan di lembah Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Pleistosen Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.
Pada tahun 1891, Eugene Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa (saat itu) yaitu spesimen Manusia Jawa Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba  Pithecantrophus erectus serta berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba.
Saat ini di Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektare, dengan koleksi di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba, dan fosil tanduk banteng purba. Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teungku Jacob, ahli Antropologiragawi dari Universitas Gajah Mada
Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kurang lebih 1,5 juta tahun yang lalu yang terdapat di kota Ngawi. Situs Trinil ini amat penting sebab di situs ini selain ditemukan data manusia purba juga menyimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya.
Museum Trinil terletak di Jalan Raya Solo – Surabaya, Pedukuhan Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi, kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, dan untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum tersebut. Kalau bertanya sama seseorang hanya dijawab, “ Pokoknya belok ke gang yang ada gapura hitamnya,”.
Pintu gerbang museum yang sangat sederhana terlihat setelah masuk ke dalam 1 km dari jalan raya utama, kemudian kami melapor ke pos penjaga untuk membayar tiket masuk. Memang luar biasa murah kalau boleh dikatakan, bayangkan untuk melihat peradaban jutaan tahun yang lalu hanya dikenakan biaya masuk seribu rupiah per orang. Ketika masuk ke lokasi parkir, kesan pertama yang timbul adalah bahwa museum ini kurang optimal perawatannya, terutama dalam hal fasilitas dan kebersihan.
Masuk ke dalam museum akan mendapati ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Diantaranya adalah : fosil tengkorak manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulng rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak : Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium. Selain fosil-fosil tengkorak yang tersebut hal yang menarik lainnya adalah, adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan.
Wirodihardjo atau Wiro balung alias Sapari dari Kelurahan Kawu adalah seorang sukarelawan yang menyadari bahwa tugu itu mempunyai makna yang besar dan sangat berguna bagi penelitian selanjutnya. Wajar ia berpendapat begitu, karena ia telah menyaksikan ekspedisi atau penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan setelah penggalian yang dilakukan E.Dubois dan Salenka. Orang asing atau mahasiswa datang silih berganti untuk melakukan ekspedisi yang tentunya dengan biaya yang mahal. Oleh karena itu, sebagai putra daerah tersebut, ia merasa ikut bertanggungjawab atas kelestarian tempat itu.
Kehadiran Wirodiharjo di Trinil sangat berarti, karena beliau menjadi tempat untuk bertanya para pengunjung tentang fosil di Trinil. Walaupun tempat tersebut terkenal sebagai daerah fosil, namun kenyataan waktu itu tidak satupun fosil yang ada di Trinil. Untuk itulah ia mengumpulkan setiap fosil yang ditemukan di sungai Bengawan Solo. Selain itu Pak Wiro juga mendapat laporan dari penduduk sekitar bahwa mereka menemukan fosil. Dari hari ke hari fosil yang dikumpulkan dari tiga desa ; sebelah barat Desa Kawu, sebelah utara Desa Gemarang dan sebelah timur Desa Ngancar bertambah banyak, atas tinjauan Kepala Seksi Kebudayaan Depdikbud Ngawi waktu itu (Pak Mukiyo) ia mendapat bantuan tiga buah almari untuk menyimpan fosil-fosil tersebut. Sejak saat itulah Pak Wirodiharjo terkenal dengan sebutan Wiro Balung yang berarti Pak Wiro yang suka mengumpulkan balung-balung (tulang).
Dan selanjutnya pada tahun 1980/1981 Pemerintah daerah setempat mendirikan museum untuk menampung fosil-fosil tersebut yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Jatim “Soelarso” pada tanggal 20 Nopember 1991. Namun sayang Wiro Balung sudah tiada sejak 1 April 1990 dan keahlian beliau diteruskan oleh anaknya Mas Sujono ( 37 ) yang sekarang menjad juru kunci Museum Trinil. Selain dari diorama yang ada, Mas Sujono juga banyak memberikan keterangan tambahan.
Diantara tambahan keterangan Mas Sujono yang sangat penting adalah, ”Bahwasannya Trinil merupakan daerah padang savanna pada masa lampau. Kenapa ? karena adanya manusia, banteng, gajah dan hewan-hewan yang lain yang tumbuh di satu area. Hal ini cukup menunjukkan kalau dulu daerah ini adalah savanna. Namun kemudian setelah adanya letusan Gunung Lawu yang berturut-turut hancurlah peradaban yang ada di Trinil dan sekitarnya,” kata Mas Sujono dengan mimik serius. Dengan melihat Museum Trinil suatu kearifan dapat kita tarik dari berbagai temuan para ilmuwan tentang manusia purba. Adalah suatu kenyataan bahwa dibalik keanekaragaman wujud kehidupan kita dewasa ini, sesungguhnya ada kesamaan asal-usul kita seluruhnya sebagai manusia.
Baca

Pencak Silat Kabupaten Madiun Jadi Ikon Pariwisata

Madiun, Investigasi : Kab. Madiun mempunyai potensi pencak silat yang luar biasa. Potensi pencak silat ini harus dapat kita kembangkan menjadi salah satu ikon pariwisata yang laku jual. Disini harus kreatif mengolah agar seni beladiri bisa berkembang menjadi sebuah seni tradisi yang mampu membawa nama baik Kab. Madiun.
Selain untuk ikon pariwisata, Pencak Silat juga bias untuk memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan di intern maupun ekstern perguruan pencak silat yang ada di Kab. Madiun, oleh sebab itu, Minggu, 28 Februari 2016 bertempat di Taman Wisata Umbul Square Dolopo Kabupaten Madiun, digelar pentas pencak seni tradisional.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Bupati Madiun Drs. H. Iswanto, M.Si dengan disaksikan oleh Wakil Ketua DPRD, anggota Forpimda, Sekda, Ketua dan pengurus IPSI Kab. Madiun, Pimpinan Perguruan Pencak Silat, Ketua dan anggota Satgas  Sentot Prawiro Dirjo, serta keluarga besar perguruan pencak silat se Kab. Madiun.
 Dijelaskan oleh Wakil Bupati Madiun, H. Iswanto sebagaimana diketahui bersama, bahwa Kab. Madiun merupakan pusat dari berbagai perguruan pencak silat di tanah air, untuk sudah sepantasnya apabila dari madiun dikenal sebagai kampong pesilat, sehingga Kab. Madiun ini juga berfungsi sebagai pusat penetasan atau kawah condrodimuko bagi para atlit pencak silat atau pendekar tingkat nasional bahkan internasional.
Lebih lanjut dikatakan, Wabup. Madiun juga mengajak seluruh insan yang berkecimpung di dunia pencak silat sepakat untuk memperkokoh sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa baik di intern maupun antar anggota pencak silat, ikut berkompetisi untuk meraih prestasi di bidang pencak silat melalui bina laga atau gelar pencak silat melalui bina laga atau gelar pencak silat, Terus meningkatkan kualitas SDM para anggota perguruan pencak sialat, baik melalui hard skil (kemampuan fisik), dalam pencak silat, kemampuan fisik adalah mampu untuk memainkan jurus-jurus dengan baik, serta peningkatan SDM melalui softskills (kemampuan intelektual, penguasaan emosi diri, motivasi yang tinggi untuk raih prestasi, semangat untuk cipta rasa aman dan nyaman bagi masyarakat serta dapat bekerjsama dengan timnya secara baik) serta menyadari bahwa dalam upaya peningkatan dan pengembangan kualitas SDM para anggota perguruan pencak silat dimaksut dalam upaya turut serta secara bersama-sama.
Wabup. Madiun juga berharap agar semua pengurus dan anggota perguruan pencak silat di Kab. Madiun dapat mempertajam kepekaan empati untuk olah fikir, olah rasa dan fisik, sehingga dapat mendukung “Terwujudnya Kabupaten Madiun Lebih sejahtera Tahun 2018”. Wujudkan persatuan dan kesatuan di intern dan antar perguruan pencak silat, Cetak bibit atlit berbakat yang dapat berprestasi di kancah Nasional dan Internasional, optimalkan keberadaan IPSI. Dan kepada  dinas terkait diharapkan mampu mengelola asset yang telah ada dengan berkoordinasi dengan pengurus perguruan silat yang ada.

Menandai dimulainya Gelar Pencak Silat Seni Tradisi di Taman Wisata Umbul Squaer diadakan pertunjukan Seni Barongsai dan Petas Atlit Pencak Silat dari Perguruan Silat Kera Sakti. (p-76)
Madiun, Investigasi : Kab. Madiun mempunyai potensi pencak silat yang luar biasa. Potensi pencak silat ini harus dapat kita kembangkan menjadi salah satu ikon pariwisata yang laku jual. Disini harus kreatif mengolah agar seni beladiri bisa berkembang menjadi sebuah seni tradisi yang mampu membawa nama baik Kab. Madiun.
Selain untuk ikon pariwisata, Pencak Silat juga bias untuk memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan di intern maupun ekstern perguruan pencak silat yang ada di Kab. Madiun, oleh sebab itu, Minggu, 28 Februari 2016 bertempat di Taman Wisata Umbul Square Dolopo Kabupaten Madiun, digelar pentas pencak seni tradisional.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Bupati Madiun Drs. H. Iswanto, M.Si dengan disaksikan oleh Wakil Ketua DPRD, anggota Forpimda, Sekda, Ketua dan pengurus IPSI Kab. Madiun, Pimpinan Perguruan Pencak Silat, Ketua dan anggota Satgas  Sentot Prawiro Dirjo, serta keluarga besar perguruan pencak silat se Kab. Madiun.
 Dijelaskan oleh Wakil Bupati Madiun, H. Iswanto sebagaimana diketahui bersama, bahwa Kab. Madiun merupakan pusat dari berbagai perguruan pencak silat di tanah air, untuk sudah sepantasnya apabila dari madiun dikenal sebagai kampong pesilat, sehingga Kab. Madiun ini juga berfungsi sebagai pusat penetasan atau kawah condrodimuko bagi para atlit pencak silat atau pendekar tingkat nasional bahkan internasional.
Lebih lanjut dikatakan, Wabup. Madiun juga mengajak seluruh insan yang berkecimpung di dunia pencak silat sepakat untuk memperkokoh sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa baik di intern maupun antar anggota pencak silat, ikut berkompetisi untuk meraih prestasi di bidang pencak silat melalui bina laga atau gelar pencak silat melalui bina laga atau gelar pencak silat, Terus meningkatkan kualitas SDM para anggota perguruan pencak sialat, baik melalui hard skil (kemampuan fisik), dalam pencak silat, kemampuan fisik adalah mampu untuk memainkan jurus-jurus dengan baik, serta peningkatan SDM melalui softskills (kemampuan intelektual, penguasaan emosi diri, motivasi yang tinggi untuk raih prestasi, semangat untuk cipta rasa aman dan nyaman bagi masyarakat serta dapat bekerjsama dengan timnya secara baik) serta menyadari bahwa dalam upaya peningkatan dan pengembangan kualitas SDM para anggota perguruan pencak silat dimaksut dalam upaya turut serta secara bersama-sama.
Wabup. Madiun juga berharap agar semua pengurus dan anggota perguruan pencak silat di Kab. Madiun dapat mempertajam kepekaan empati untuk olah fikir, olah rasa dan fisik, sehingga dapat mendukung “Terwujudnya Kabupaten Madiun Lebih sejahtera Tahun 2018”. Wujudkan persatuan dan kesatuan di intern dan antar perguruan pencak silat, Cetak bibit atlit berbakat yang dapat berprestasi di kancah Nasional dan Internasional, optimalkan keberadaan IPSI. Dan kepada  dinas terkait diharapkan mampu mengelola asset yang telah ada dengan berkoordinasi dengan pengurus perguruan silat yang ada.

Menandai dimulainya Gelar Pencak Silat Seni Tradisi di Taman Wisata Umbul Squaer diadakan pertunjukan Seni Barongsai dan Petas Atlit Pencak Silat dari Perguruan Silat Kera Sakti. (p-76)
Baca
 
Investigasi New Biro Madiun. Alamat Jl. Gemah Ripah No. 30 Dolopo Kabupaten Madiun. Telp. 081249410099
Support : PT. INSAN MANDIRI PERMATA
Copyright © 2014. Investigasi New Madiun
Template Edited by Investigasi Biro Madiun
Telp/Message : 081249410099 | 0856 0449 9100